Rabu, 22 April 2009

rasulullah

Strategi Rasulullah dalam Perang Uhud
Maktabatuna
Mon, 23 Mar 2009 14:17:58 -0700
==== Sebelum terjadinya perang Uhud, suku Quraisy melakukan persiapan dan
mobilisasi besar-besaran untuk menyongsong peperangan pembalasan dendam setelah
kekalahan mereka dalam perang Badar. Terkumpullah 1.000 unta dan 1.500 dinar.
Setelah persiapan genap setahun, terkumpul 3000 unta, 200 penunggang kuda dan
yang mengenakan baju besi sebanyak 700 orang. Pemimpin tertinggi dipegang oleh
Abu Sufyan, sedangkan pasukan berkuda dipimpin oleh Khalid bin Walid dan
Ikrimah bin Abu Jahal. Kemudian, mereka bergerak menuju ke Madinah.


Adapun di pihak Islam, dengan fasilitas dan pasukannya yang sangat minim.
Rasulullah pun membuat strategi tersendiri guna membela kehormatan dan
kemuliaan Islam dan umatnya. Di antara strategi ini, salah satunya adalah
strategi yang terkait dengan persiapan sebelum perang. Yaitu sebagai berikut.

1. Menempatkan Inteligen di Sarang Musuh
Setelah perang Badar, satu strategi Rasulullah saw yang sangat urgen
adalah menempatkan para inteligennya di Mekah untuk memberikan
informasi-informasi yang terkait tentang pasukan Quraisy. Salah satunya adalah
Abbas bin Abdul Muthalib, pamannya sendiri. Melihat pasukan Quraisy yan sudah
berangkat ke Madinah untuk melakukan penyerangan, beliau mengirimkan surat
melalui utusannya untuk disampaikan kepada Rasulullah. Dalam waktu tiga hari,
utusan tersebut sampai di Madinah la menyerahkan surat itu kepada Rasulullah
yang sedang berada di masjid Quba. Setelah menerima surat itu, Rasulullah
meminta ahli bahasanya, Ubay bin Ka'ab, membacakan surat tersebut. la juga
diperintahkan untuk menjaga kerahasiaan isi surat tersebut.

2. Membentuk Majelis Permusyawaratan Militer
Rupanya, salah satu kelebihan Rasulullah sebagai seorang pemimpin
adalah mendengarkan jajak pendapat dari para sahabatnya. Sekalipun posisi
beliau sebagai seorang nabi, beliau mampu mengatur sendiri jalannya strategi
yang akan digunakan dan tentunya mendapat arahan dan wahyu dari langit, beliau
masih memusyawarahkannya dengan para sahabat. Pada saat itu, mayoritas suara
sahabat jatuh pada upaya melakukan penyerangan kafir Quraisy di Bukit Uhud.
Sementara, informasi tentang pasukan Mekah terus dilaporkan oleh badan
inteligen Rasulullah, termasuk kabar tentang posisi militer yang diambil
pasukan Quraisy. Selesai shalat Ashar, Rasulullah masuk ke rumahnya diikuti
oleh Abu Bakar dan Umar. Kedua sahabatnya ini memakaikan Rasulullah sorban dan
baju besi. la juga mengenakan pedangnya. Sementara, para sahabat di luar sedang
ramai bertukar pikiran. Usaid bin Hudzair dan Sa'ad bin Mu'adz, dua sahabat
yang berpendapat ingin bertahan di dalam kota, berkata kepada mereka yang
berpendapat ingin menyerang musuh di luar.

“Tuan-tuan mengetahui bahwa Rasulullah ingin bertahan di dalam kota. Lalu,
tuan-tuan berpendapat lain dan memaksanya bertempur keluar. Dia sendiri enggan
berbuat demikian. Serahkan sajalah persoalan ini kepadanya. Apa yang
diperintahkan kepadamu, jalankanlah. Taatilah pendapatnya dan sesuatu yang
disukainya."

Setelah mendengar keterangan itu, mereka yang berseru supaya menyerang saja
menjadi lebih lunak. Mereka menganggap telah menentang Rasulullah mengenai
sesuatu yang mungkin datang dari Tuhan. Setelah Rasulullah datang kembali ke
tengah-tengah mereka dengan memakai baju besi dan sudah menyiapkan pedangnya,
mereka yang sebelumnya menghendaki supaya mengadakan serangan berkata, "Ya
Rasulullah, bukan maksud kami hendak menentang engkau. Lakukanlah apa yang
engkau kehendaki. Kami juga tidak bermaksud memaksa engkau, karena engkau
mendapatkan berita dari langit, yang kemudian dikabarkan kepadamu."

Namun, Rasulullah menjawab, "Tidak layak bagi seorang nabi yang apabila sudah
mengenakan pakaian besinya, lalu menanggalkannya kembali sebelum Tuhan
memberikan putusan antara dirinya dan musuh-Nya. Perhatikanlah apa yang saya
perintahkan kepada kamu sekalian dan ikutilah. Atas ketabahan hatimu,
kemenangan akan berada di tanganmu."





3. Pembagian Komando
Jumlah pasukan kaum muslimin ketika itu 1000 orang. Pasukan itu
terdiri atas 100 prajurit mengenakan baju besi dan 50 penunggang kuda dan
sisanya pasukan berpedang. Kemudian, pasukan ini dibagi menjadi tiga batalion,
yaitu:
1. Batalyon Muhajirin, benderanya diserahkan kepada Mush'ab bin Umair.
2. Batalyon Aus, benderanya diserahkan kepada Usaid bin Hudhair.
3. Batalyon Khazraj, benderanya diserahkan kepada Al-Hubab bin Al-Mundzir
Al-Jamuh.

4. Menginspeksi Pasukan
Setibanya Rasulullah dan pasukannya di Syaikhani, beliau selaku
komandan tertinggi menginspeksi pasukan. Ternyata, di dalam pasukan terdapat
anak-anak yang usianya sangat belia. Beliau menolak keikutsertaan mereka,
kecuali yang mempunyai spesialisasi dalam peperangan, seperti Rafi’ bin Khudaij
yang mahir memanah dan Samurah yang ahli beladiri. Hari itu adalah hari Jumat.
Karena hari sudah petang, mereka menginap di tempat itu dan memerintahkan lima
puluh orang pasukan mengadakan hirasah, yakni menjaga di sekitar pasukan.

5. Tidak Meminta Pertolonga Orang-orang Kafir
Rasulullah melakukan hal itu ketika berangkat dari Madinah ke Uhud. Ia
mendapati sekelompok Yahudi, sekutu Abdullah bin Ubay yang ingin turut serta
membantu Rasulullah. Namun, Rasulullah menolaknya dengan mengatakan "Jangan
minta pertolongan orang-orang musyrik dalam melawan orang musyrik sebelum
mereka masuk Islam."

Kemudian, orang-orang Yahudi itu pun kembali ke Madinah. Lalu mereka berkata
kepada Abdullah bin Ubay, "Kau sudah menasihatinya dan sudah kauberikan
pendapat berdasarkan pengalaman orang-orang tua dahulu. Sebenarnya, dia
sependapat denganmu. Lalu, dia menolak dan menuruti kehendak pemuda-pemuda yang
menjadi pengikutnya."

Keesokan harinya, ia berbalik menggabungkan diri dengan pasukan teman-temannya
dan kembali ke Madinah. Hampir sepertiga pasukan mundur. Mereka adalah
orang-orang munafik yang bertujuan melemahkan semangat pasukan kaum muslimin.
Tinggal Alabi dan orang-orang yang benar-benar beriman yang berjumlah 700
orang. Mereka akan berperang menghadapi 3000 orang yang terdiri dari
orang-orang Quraisy Mekah. Semuanya sudah memikul dendam yang tak terpenuhi
ketika di Badar. Mereka ingin menuntut balas.

Akhirnya, Allah SWT mengokohkan hati mereka dengan menurunkan firman-Nya.
"Ketika dua golongan dari kalian ingin (mundur) karena takut, padahal Allah
adalah Penolong bagi kedua golongan itu. Karena itu, hendaklah kepada Allah
saja orang-orang mukmin bertawakal." (QS Ali Imran [3]: 122)

Kemudian, turun lagi ayat yang menceritakan kondisi orang-orang munafik.
"Dan supaya Allah mengetahui siapa orang-orang yang munafik, kepada mereka
dikatakan, 'Marilah berperang di jalan Allah atau pertahankanlah (diri
kalian).' Mereka berkata, 'Sekiranya kami mengetahui akan terjadi peperangan,
tentulah kami mengikuti kalian.' Mereka pada hari itu lebih dekat kepada
kekafiran daripada keimanan. Mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak
ada dalam hatinya. Dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan." (QS
Ali Imran [31:167)

Ternyata, dalam sejarah tercatat bahwa keberadaan orang-orang munafik dalam
tubuh kaum muslim seperti duri dalam daging. Mereka sangat membahayakan.
Sebanyak 1000 pasukan kaum muslim berkurang menjadi 700 orang setelah melawan
3000 pasukan kafir Quraisy.

6. Meredakan Konflik Internal Sebelum Peperangan
Munir Muhammad Al-Ghadhban dalam Fiqh As-Sirah An-Nabawiyahnya
mengatakan bahwa Perang Uhud ini merupakan pembeda antara orang-orang mukmin
dan orang-orang munafik, seperti dalam firman Allah.

"Dan apa yang menimpa kamu ketika terjadi pertemuan (pertempuran) antara dua
pasukan itu adalah dengan izin Allah, dan agar Allah menguji siapa orang yang
benar-benar beriman, dan untuk menguji orang-orang yang munafik, kepada mereka
dikatakan, 'Marilah berperang di jalan Allah atau pertahankan dirimu.' Mereka
berkata, 'Sekiranya kami tahu bagaimana cara berperang, tentu kami akan
bersamamu.' Mereka pada hari itu lebih dekat kepada kekafiran daripada
keimanan. Mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak ada dalam hatinya.
Dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan." (QS All Imran
[3]:166-167)

7. Memilih Posisi yang Strategis
Lagi-lagi, salah satu penentu kemenangan seorang komandan adalah
penentuan tempat yang strategis. Barangsiapa yang menempati posisi strategis,
kemungkinan besar akan menang dalam pertempuran. Rasulullah merupakan salah
satu panglima yang ahli dalam pengaturan strategi militer. Hingga ketika itu,
pasukannya dibawa ke kaki Bukit Uhud. Pasukan muslim mengambil tempat dengan
proses menghadap ke arah Madinah dan memunggungi Uhud. Dengan posisi ini,
pasukan musuh berada di tengah antara mereka dan Madinah.

8. Pembagian Pos Militer
Rasulullah membagi pos militer para prajuritnya, prajurit dakwah, serta
prajurit yang siap mengorbankan harta, waktu, tenaga dan bahkan jiwa untuk
mendapatkan keridhaan Allah SWT.

Beliau pun menempatkan satuan pasukan khusus yang dipimpin oleh Abdullah bin
Jubair. Anggotanya terdiri dari 50 pemanah ulung di bukit Uhud, tepatnya 150
meter dari pasukan kaum muslim. Tujuannya jelas, yakni melindungi pasukan di
bawah yang sedang bertempur dari laju serangan depan yang menggelombang, juga
menahan pasukan kavaleri Khalid bin Walid yang sangat membahayakan. Berikut ini
instruksi-instruksi yang disampaikan Rasulullah kepada mereka, mengingat
pentingnya posisi mereka.

1. “Lindungi kami dari belakang, sebab kami khawatir mereka akan mendatangi
kami dari belakang. Bertahanlah dan jangan tinggalkan tempat itu. Kamu jangan
meninggalkan tempatmu kalau melihat kami berhasil menghancurkan dan memasuki
pertahanan mereka. Jika melihat kami diserang, jangan dibantu. Kami juga tidak
mempertahankan. Tugas yang kauemban adalah menghujani kuda-kuda mereka dengan
panah, karena kuda itu tak akan dapat maju dengan serangan panah."

2. "Lindungilah punggung kami jika kami sedang bertempur, maka kalian tidak
perlu membantu kami. Jika kalian melihat kami telah mengumpulkan harta
ghanimah, kalian jangan ikut bergabung bersama kami." Imam Bukhari
meriwayatkan, "Jika kalian melihat kami disambar burung sekalipun, janganlah
kalian meninggalkan tempat itu, kecuali ada utusanku yang mendatangi kalian.
Jika kalian melihat kami berhasil mengalahkan mereka, janganlah kalian
meninggalkan tempat hingga ada utusan yang mendatangi kalian."

Dalam hal ini, kepiawaian Rasulullah dalam mengatur strategi perang terlihat
jelas. Dengan menempatkan posisi pemanah di bukit Uhud, berarti menutup
celah-celah pasukan Quraisy untuk mengadakan penyerangan, terutama dari kubu
Khalid bin Walid.

Kemudian, sayap kanan dipimpin oleh Al-Mundzir bin Amr. Sementara, sayap kiri
dipimpin oleh Zubair bin Awam dengan dibantu satuan khususnya, Al-Miqdad bin
Al-Aswad untuk menghadang penyerangan pasukan Khalid bin Walid. Barisan
terdepan diisi oleh para pemberani yang mencari syahid, yakni para pahlawan
Islam yang langsung dipimpin oleh Rasulullah.

Sementara itu, pihak Quraisy juga sudah menyusun barisan. Barisan kanan
dipimpin oleh Khalid bin Walid, sedangkan sayap kiri dipimpin oleh Ikrima bin
Abu Jahal. Bendera diserahkan kepada Abdul Uzza Thalhah bin Abu Thalhah.
Wanita-wanita Quraisy sambil memukul tambur dan genderang berjalan di
tengah-tengah barisan itu. Terkadang, mereka di depan barisan dan di belakang.
Mereka dipimpin oleh Hindun binti Utbah, istri Abu Sufyan, seraya berteriak,
"Ayo, Banu Abdud Dar! Ayo, pengawal barisan belakang! Hantamlah dengan segala
yang tajam. Kamu maju, kami peluk. Kami hamparkan kasur yang empuk. Jika kamu
mundur, kita berpisah. Berpisah tanpa cinta."

Kedua belah pihak sudah siap bertempur dan mengerahkan pasukannya. Yang selalu
diingat oleh Quraisy ialah peristiwa Badar dan korban-korbannya, sedangkan yang
selalu diingat oleh kaum muslim ialah Allah dengan pertolongan-Nya.

9. Mengobarkan Semangat Jihad
Begitulah yang seharusnya dilakukan oleh para pemimpin perang,
mengobarkan semangat untuk maju pantang mundur. Hal itu telah dicontohkan oleh
Rasulullah dalam perang Uhud. Beliau mengobarkan semangat para kadernya untuk
sabar, teguh, berani, serta patriotik dalam menyongsong syahid dan memperoleh
surga Allah SWT.

Rasulullah berpidato untuk memberikan semangat dalam menghadapi pertempuran
itu. Beliau menjanjikan pasukannya akan mendapat kemenangan apabila mereka
tabah. Lalu, beliau mengambil sebilah pedang sambil bersabda, "Siapa yang akan
memegang pedang ini untuk disesuaikan dengan tugasnya?"
Beberapa orang tampil, namun pedang itu tidak pula diberikan kepada mereka.
Kemudian, Abu Dujana Simak bin Kharasya dari Bani Sa'ida tampil seraya berkata,
"Apa tugasnya, ya Rasulullah?" "Tugasnya ialah menghantamkan pedang kepada
musuh sampai ia bengkok," jawabnya.

Abu Dujana, seorang laki-laki yang sangat berani, mengenakan pita (kain) merah.
Apabila ia sudah mengikatkan pita merahnya itu, orang akan mengetahui bahwa ia
sudah siap bertempur. Saat itu, ia pun sudah mengeluarkan pita mautnya.

Ia mengambil pedang, mengeluarkan pita, lalu mengikatkannya di kepala. Seperti
biasa, ia berlagak di tengah-tengah dua barisan itu bila sudah siap menghadapi
pertempuran. "Cara berjalan seperti ini sangat dibenci Allah, kecuali dalam
bidang ini," kata Rasulullah setelah melihat gaya berjalan Abu Dujana.

Minggu, 19 April 2009

emosi

EMOSI... HANYA SEKEDAR EMOSI (Tulisan tidak ilmiah sama sekali)

Oleh: Mas Bambang Purnomo Sigit, SH, MM


''Kesuksesan itu ditentukan oleh visi, imajinasi, aksi, dan emosi. Emosi berperan penting, karena manusia satu saling berhubungan dengan manusia lain. Dalam bisnis, if you don't networking, you're not working.'' (Anthony Dio Martin)


1. Pendahuluan
Dalam suatu diskusi, Anthony Dio Martin penulis buku Emotional Quality Managament (2003) dan Audio Book Emotional Power (2004), mengungkapkan kekuatan emosi sebagai salah satu kunci kesuksesan seseorang. Sebab, banyak kasus menunjukkan kemampuan mengelola emosi dapat membawa seseorang ke puncak karir lebih tinggi ketimbang mereka yang hanya mengasah IQ. Ibarat emosi bermasalah, kehidupan pun bermasalah. Sering kali kita melihat fakta membuktikan seseorang pemarah sangat sulit untuk mendapatkan teman. Tetapi apakah emosi itu hanyalah perasaan marah saja?
Emosi sendiri adalah suatu gejala yang menunjukkan kegoncangan organisme yang disertai oleh gejala-gejala kesadaran, keprilakuan, dan proses fisiologis (Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, hal. 50). Misalnya orang yang anda cintai mencemooh anda, karena anda tahu akan makna cemoohan itu, timbulah reaksi emosional jantung berdetak kencang, berkeringat, nafas terengah-engah (fisiologis), dan mungkin anda akan membalas dengan kata-kata kasar. Atau mungkin anda baru saja berpisah dengan kekasih anda, sehingga saat anda mendengar lagu yang bertema patah hati, tiba-tiba diri anda meneteskan air mata. Atau disaat anda mendapatkan hadiah undian yang tak anda kira sama sekali, sehingga uphoria atau bahkan sampai histeris.
Dengan adanya kegoncangan emosi ini akan menimbulkan dua kemungkinan akibat, orang lain suka atau justru orang lain akan tak suka, meskipun gejolak emosi yang timbul itu bukan berupa kemarahan.

2. Apa itu emosi?
Emosi bukanlah sesuatu yang jelek, tanpa itu, kehidupan serasa hampa, semua lurus begitu saja. Menurut Coleman dan Hammen (Contemporary Psychologi and Effective Behaviour), ada empat fungsi emosi:
a. emosi adalah pembangkit energi, tanpa itu kita tidak bisa merasai, mengalami, bereaksi, ataupun bertindak. Marah membangkitkan tindakan menyerang, takut membangkitkan tindakan, cinta membangkitkan keinginan untuk bermesraan,
b. emosi adalah pembawa informasi, kita bisa melihat gejala emosi dari informasi baik itu ekspresi, kata-kata atau bentuk komunikasi non-formal lainnya,
c. emosi adalah sebagai pembawa pesan dalam komunikasi interpersonal, kita lihat presenter suatu acara, yang menghidupkan suasana dengan penuh emosi, sehingga bisa melarutkan para pirsawan yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam acara tersebut,
d. emosi adalah sumber informasi internal diri tentang keberhasilan kita, kita mencari keindahan dan baru bisa mengetahui kalau kita memperolehnya pada saat kita merasakan kenikmatan estetika dalam diri kita.
Dalam hal intensitas, emosi dibagi menjadi tiga, yaitu: ringan, berat dan desintegratif. Emosi ringan dapatlah dirasakan jika diri merasakan ketegangan sedikit, dan untuk itu masih bisa dikendalikan dan dihindari. Sedangkan emosi berat disertai rangsangan fisiologis yang kuat berupa detak jantung yang mengencang, serta tekanan darah, nafas, dan produksi andrenalin yang meningkat, ini agak sulit dikendalikan. Dan yang ke-tiga adalah emosi desitegratif merupakan emosi yang terjadi akibat akumulasi emosi yang tak tersalur sehingga sering kali memuncak hingga tak terkendali, penumpukan emosi tanpa adanya suatu penyelesaian inilah yang sering berakibat buruk baik. Seseorang yang mengalami penderitaan terus menerus pada suatu saat akan meledak apabila dia sudah tak mampu lagi menampung akumulasi emosinya.
Sedangkan dalam hal lamanya, emosi dibagi dua, yaitu:
a. Mood, yaitu emosi yang berlangsung selama beberapa jam atau beberapa hari. Mood akan mempengaruhi persepsi/ penafsiran kita terhadap apa yang kita lihat, kita dengar, atau rangsangan apa saja yang tertangkap oleh panca indera kita. Mungkin karena sedang emosi, kita melihat ada kucing yang sedang enak-enak tidur, tahu-tahu kita tendang tanpa alasan yang jelas,
b. Temperamen, adalah emosi yang telah berlangsung kronis serta telah menjadi struktur kepribadian. Contohnya dilingkungan kita sendiri bisa dilihat orang yang bertemperamen penyedih, pemarah atau yang lainnya.

3. Kecerdasan emosional
Daniel Goleman dalam bukunya Emotional Intelligence, menyatakan ada 5 (lima) wilayah kecerdasan emosi, yaitu: mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenal emosi orang lain, dan membina hubungan. Dengan mengenali emosi diri berarti kita paham akan akan kelemahan ataupun kekuatan diri kita, apakah diri kita gampang sedih, gampang marah atau yang lainnya serta seberapa tingkat intensitasnya. Dengan ke-tahu-an inilah maka dengan mudah kita mampu mengendalikan emosi itu, kita mampu mengelola emosi itu sehingga bisa kita endapkan dalam hati. Jika kita mampu mengelolanya maka jadilah emosi itu sebagai energi untuk memajukan diri, contohnya, seorang pecundang yang mampu mengelola emosinya, menggunakan semangat dari kemarahan karena sering disepelekan menjadi pemicunya dalam mengejar prestasi sehingga dia bisa membuktikan kalau dia bukan si pecundang.
Tetapi yang tak boleh dilupakan, sebagai makhluk sosial, manusia tak bisa menghindakan diri berinteraksi dengan manusia yang lain, dalam hal ini dengan kemampuan menggunakan emosi sebagai pembawa informasi, kita bisa melihat sisi, kadar intensitas emosi orang lain yang muncul dari komunikasi non-formalnya, berupa ekspresi, tekanan nada suara, gerakan ataupun bahasa simbol yang dipakainya. Jika kita mampu membaca bahasa-bahasa itu maka bisa diupayakan tindakan kontra reaksi dari emosi orang tersebut. Umpamanya, jika kita lihat ada gejala lawan bicara kita tersinggung, maka kita antisipasi dengan dengan berbicara yang bersifat menetralkan perasaan orang tersebut. Setelah kita pahami masalah emosi diri maupun emosi orang lain, maka secara akanlah mudah kita menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain. Sehingga dari diri kita akan muncul pribadi yang menyenangkan. Seseorang yang emiliki kecerdasan emosi yang baik akan peka terhadap situasi apapun yang sedang terjadi, serhingga dengan mudah menyiapkan strategi kontra situasi terhadap suatu konflik yang ada.
Kecerdasan emosi berbeda dengan kecerdasan intelektual (IQ). IQ adalah suatu bentuk kecerdasan yang dibawa dari lahir karena merupakan keturunan yang tak dapat dirubah lagi. Sedangkan kecerdasan emosional merupakan jembatan dari apa yang kita ketahui, dan apa yang kita lakukan. Dengan semakin tinggi kecerdasan emosional, kita akan semakin terampil melakukan apa pun yang kita ketahui benar. (Purdi E. Chandra, Menjadi Enterpreneur Sukses, hal. 71)


4. Cara mempelajari dan mengelola kecerdasan emosi
Dr. Patricia Patton dalam bukunya Emotional Quotient mengungkapkan bahwa untuk mampu mengatur emosi adalah dengan cara belajar. Pertama: belajar mengidentifikasikan apa saja yang bisa memicu emosi kita dan respon apa yang biasa kita berikan. Ke-dua: belajarlah dari kesalahan, belajar membedakan segala hal di sekitar kita yang dapat memberikan pengaruh dan yang tak dapat memberikan pengaruh pada diri kita. Ke- tiga: belajar selalu bertanggung jawab pada setiap tindakan kita. Ke-empat: belajar mencari kebenaran, belajar memanfaatkan waktu secara maksimal untuk menyelesaikan masalah. Ke-lima: belajar menggunakan kekuatan sekaligus kerendahan hati. Kelima hal inilah yang apabila kita pelajari akan memudahkan diri kita dalam menjalin hubungan dengan orang lain.

6. Emosi dalam kehidupan
Emosi memicu kreativitas dan inovasi kita. Emosi juga mengaktifkan nilai-nilai etika maupun estetika ataupun mempercepat penalaran. Emosi juga berperan penting dalam membangun hubungan kepercayaan dan keakraban. Tanpa emosi, diri tak termotivasi. Tanpa adanya itu tak akan terjadi penalaran dan rasionalitas yang fantastis dari seseorang, semua datar tanpa adanya loncatan quantum dalam berfikir dan bertindak. Karena emosi lebih jujur dari pikiran dan penalaran, serta memiliki kedalaman dan kekuatan, hingga tepatlah jika emosi juga berarti motus anima (Latin) atau jiwa yang menggerakkan kita. Jika kita mampu mengelola emosi dengan baik maka tak dapat disangkal lagi jika kesuksesan akan datang menghampiri kita.